Peran FPI
Seorang psikolog, Myers, mengungkapkan di dalam teori peran, bahwa peran merupakan sekumpulan norma yang mengatur individu-individu yang berada dalam suatu posisi atau fungsi sosial tertentu yang memiliki keharusan untuk berperilaku tertentu.
Peran di sini, cenderung dikaitkan dengan kedudukan atau posisi seorang individu di berbagai lingkungan, baik ia berada di lingkungan keluarga, organisasi, bahkan di masyarakat.
Posisi manusia jika dihubungkan dengan tugasnya di dunia, maka sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30, bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Seorang khalifah atau pemimpin harus memimpin umat dengan cara berdakwah. Mengingat bahwa dakwah merupakan tugas yang mulia, banyak sekali para pelopor yang sengaja mendirikan organisasi masyarakat khususnya di Indonesia. Seperti yang kita ketahui yakni ormas NU, Muhamadiyyah, Persis, Ahmadiyah, FPI, Hizbut Tahrir, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak ormas, pada hakikatnya memiliki visi dan misi yang sama yakni untuk menegakkan Islam khususnya di kalangan umat Islam sendiri, umumnya di kalangan masyarakat lainnya (non -Muslim).
Adapun penegakkan yang dilakukan oleh ormas-ormas ini, yakni dititikberatkan di bidang dakwah. Dalam berdakwah, mereka memiliki metode tersendiri dan ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya, ““Barangsiapa melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya. Maka yang demikian (cara yang ke-3 ini) adalah selemah-lemahnya iman.”
Salah satu ormas Islam yakni FPI (Front Pembela Islam), yang bergerak di bidang dakwah yakni berdakwah dengan metode bil-‘amal atau dengan perbuatan. Bil-‘amal di sini adalah dengan berbagai aksi-aksi menghilangkan kemaksiatan. Namun, aksi-aksi yang dilakukannya mengundang sikap pro dan kontra dari aparat pemerintah maupun masyarakat. Dikatakan bahwa prinsip dakwah bil-‘amal FPI ini adalah bersifat radikal atau tindak kekerasan. Hal ini sangat jauh maknanya dengan makna lughawi dari Islam yang berarti selamat, damai, dan tenteram. Adapun motto daripada FPI yakni:
" عش كريما او مت شهيدا "
Artinya: “Hidup mulia atau mati syahid.” Hidup mulia yakni mengisi kehidupan dengan dakwah sehingga akan mati syahid karena telah menolong agama Allah SWT. Berangkat dari motto tersebut, maka mereka harus berdakwah dengan cara yang keras karena dakwah dengan cara yang lembut terkadang masyarakat tidak merasakan efek jera setelah melakukan kemaksiatan.
Namun, aksi-aksi kekerasan dakwah FPI bukanlah aksi-aksi taklid buta melainkan ditunjang oleh 2 aspek, yakni aspek internal dan eksternal. Aspek internal yaitu maraknya kemaksiatan yang dilakukan masyarakat khususnya di kota-kota besar dan pemerintah yang mempunyai otoritas dalam menanggulanginya ternyata tidak melakukan reaksi apapun. Sehingga, FPI merasa bertanggung jawab untuk mencegah perbuatan munkar yang terjadi sekitaranya. Aspek eksternal yaitu adanya intervensi dari barat (Amerika) dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya yang cenderung mendominasi dan mengekploitasi negara-negara berkembang. Selain itu Isra’il dengan dibantu oleh Amerika Serikat melakukan tindakan-tindakan tidak manusiawi terhadap negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (Palestina), hal ini menyebabkan mereka (FPI) merasa juga disakiti dan menggalang rasa solidaritas sesama umat Islam. Dengan alasan-alasan di atas maka mereka memunculkan kelompok-kelompok Islam radikal yang cenderung bersikap keras terhadap kemaksiatan dan hal-hal yang berbau Amerika (barat).
Dakwah FPI ini jika dikaitkan dengan teori peran yang tertera di atas, memang sangat relevan. Aspek yang melatarbelakangi dakwah dengan tindak kekerasan sangat didukukng dengan peran individu-individu yang notabene anggota FPI dengan lingkungan masyarakat yang gandrung akan kemaksiatan, sehingga mereka memposisikan diri sebagai kelompok Islam yang harus menyerukan nilai-nilai ke-Islaman dengan ber-amar ma’ruf nahyi munkar. Mereka menggunakan metode dakwah bil-‘amal (merubah kemungkaran dengan tangan atau kekuasaan), bahwa metode ini merupakan metode yang paling awal disebutkan di dalam sabda rasulullah saw. sehingga keutamaan metode ini sangat jelas karena dilakukan dengan aksi-aksi yang begitu konkrit.
Dakwah FPI jika diterapkan di Indonesia baik di perkotaan apalagi di perkampungan yang sama sekali belum tersentuh modernisasi, tentunya akan mengundang sikap pro dan kontra. Sekaligus member peluang bagi masyarakat men-judge agama Islam sebagai agama yang keras tindakannya, agama yang tidak bijaksana. Sedangkan karakteristik masyarakat Indonesia yang dikenal ramah tamah, tentunya sebagian besar menolak metode dakwah yang demikian.
Peran dakwah FPI merupakan salah satu bentuk kontribusi terhadap agama Islam dan implementasi dari perintah Allah SWT (An-Nahl: 125), dan seruan Rasulullah saw. (hadits riwayat Imam Muslim). Dengan tindak kekerasan, meskipun mengundang pro maupun kontra, mereka tetap menjalankan dakwah. Tak rela jika Islam dinodai, dilecehkan, bahkan diinjak-injak oleh kaum barat (Amerika Serikat).
Dakwah memang sebuah kewajiban bagi umat Islam, namun harus disesuaikan metode dakwah dengan kondisi mad’u, baik itu ditinjau dari kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Dengan penyesuaian metode, maka akan tercapai tujuan dakwah yakni merubah masyarakat ke arah yang lebih baik dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan di dalam Islam.
Di abad ini, manusia semakin buas. Untuk menjinakkannya, maka diperlukan strategi agar mereka kembali ke jalannya masing-masing, yakni ke jalan Tuhan. Membelokkan mereka harus dengan strategi yang buas pula, karena jika tidak maka kita akan habis diterkam sebagai mangsa.
0 komentar:
Posting Komentar