BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem merupakan kesatuan yang menelurkan berbagai aturan untuk dipatuhi. Seperti yang kita ketahui, mengenai sistem agama atau religi yakni berbicara tentang aturan-aturan sekaligus unsur-unsur yang tercakup di dalam sistem religi tersebut.
Sistem akan selalu ada di dalam kehidupan masyarakat, hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan aturan-aturan sebagai pedoman untuk menjalankan kehidupan di lingkungan masyarakat tertentu. Karena, jika kita telusuri sistem yang tertulis dan bersifat formal di masyarakat tentunya akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya, dengan demikian tentu akan berbeda dan salah satu faktor dari perbedaan itu adalah letak geografis wilayah tempat tinggal masyarakat.
Sehingga sistem yang berlaku disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Namun beda halnya jika kita berbicara tentang sitem religi, karena di sini ada toleransi namun tidak ada toleransi dalam keyakinan, mengakui pluralitas bukan berarti mengakui pluralisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi sistem dan religi?
2. Bagaimana sistem religi dan sistem ilmu gaib?
3. Bagaimana perhatian Antropologi terhadap sistem religi?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi sistem dan religi
2. Mengetahui sistem religi dan sistem ilmu gaib
3. Mengetahui perhatian Antropologi terhadap sistem religi
BAB II
SISTEM RELIGI
A. Definisi Sistem dan Religi
Sistem
Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb; metode.[1]
Menurut wikipedia berbahasa Indonesia, pengertian sistem dalam pengertian yang paling umum adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka. Kata sistem sendiri berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi.
Sedangkan menurut para ahli, pengertian sistem diartikan sebagai berikut:
Ludwig Von Bartalanfy, sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.
Anatol Raporot, sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.
L. Ackof, sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.
L. James Havery. Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
John Mc Manama. Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
C.W. Churchman. Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.
J.C. Hinggins. Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.
Edgar F Huse dan James L. Bowdict. Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan.
Mengacu pada beberapa definisi sistem di atas, dapat juga diartikan, sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan.[2]
Religi
H. Moenawar Chalil, kata din itu masdar dari kata kerja dana yadinu, yang mempunyai arti, cara atau adat kebiasaan, peraturan, undang-undang, taat atau patuh, menunggalkan ketuhanan, pembalasan, perhitungan hari kiamat, nasihat, agama.
Prof Dr. M. Driyarkara, S.J, bahwa istilah agama kami ganti dengan kata religi, karena kata religi lebih luas, mengenai gejala-gejala dalam lingkungan hidup dan prinsip. Istilah religi menurut kata asalnya berarti ikatan atau pengikatan diri. Oleh sebab itu, religi tidak hanya untuk kini atau nanti melainkan untuk selama hidup. Dalam religi manusia melihat dirinya dalam keadaan yang membutuhkan, membutuhkan keselamatan dan membutuhkan secara menyeluruh.
Pengertian agama menurut Islam jauh berbeda dengan definisi yang diberikan oleh para sarjana Barat seperti tersebut dalam ensiklopedi Prancis yang berkisar pada 2 definisi yang dianggap ilmiah, antara lain sebagai berikut: 1) Agama ialah suatu jalan yang dapat membawa manusia dapat berhubungan dengan kekuatan gaib yang tinggi; 2) Agama ialah sesuatu yang mengandung pengetahuan dan kekuasaan yang tidak pararel dan tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan.
“Religious distress is at the same time the expression of real distress and the protest against real distress. Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people. The abolition of religion as the illusory happiness of the people is required for their real happiness. The demand to give up the illusion about its condition is the demand to give up a condition which needs illusions.” Ini adalah kutipan kata-kata Karl Marx, seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia, dalam Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Right (1843).
Jelas bahwa kekuasaan sebuah kritikan tidak bisa ditimpa dengan kritikan sebuah kekuasaan. Kekuatan materiil hanya bisa digulingkan oleh kekuatan materiil pula, tapi teori itu sendiri menjadi sebuah kekuatan materiil ketika telah merampas rakyat jelata. Kritikan yang bersumber dari agama berakhir dengan doktrin bahwa manusia adalah yang tertinggi bagi manusia. Akar dari setiap permasalahan di dunia adalah manusia itu sendiri. Dan alasan yang memungkinkan adalah karena agama.
Bisa jadi pemikirian Karl Marx tidak salah mengingat beragam kejadian yang kerap kali berakar dari perbedaan agama.
B. Sistem Religi dan Sistem Ilmu Gaib
Pembahasan Antropologi tentang religi, dibagi menjadi 2 yakni sistem religi dan sistem ilmu gaib.
Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi.
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak sub-unsur. Mengenai ini para ahli Antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang makhlus-makhluk halus, dan lain-lain.
Adapun sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran aturan agama, biasa dianggap sebagai kesusastraan suci.
Pokok-pokok khusus dalam sistem ilmu gaib pada lahirnya memang sering tampak sama dengan dalam sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapat juga konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya. Ilmu gaib juga memiliki sekelompok manusia yang yakin dan menjalankan ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud. Selain itu, upacara ilmu gaib juga mempunyai aspek-aspek yang sama artinya, aa pemimpin atau pelakunya, yaitu dukun. Ada saat tertentu untuk mengadakan upacara, biasanya juga pada hari-hari keramat, ada peralatan untuk melakukan upacara dan ada tempat-tempat tertentu untuk pelaksanaan upacara.
Walaupun pada dasarnya religi dan ilmu gaib sering terlihat sama, walaupun sukar dibedakan untuk mennetukan batas dari uapacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat ilmu gaib. Pada dasarnya ada juga suatu perbedaan yang besar sekali antara kedua pokok ini. Adalah dalam menjalankan agama, manusia berserah diri kepada Tuhan.
Sedangkan ilmu gaib adalah memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendak orang tersebut dan berbuat apa yang diingin dicapainya.
C. Perhatian Antropologi terhadap Sistem Religi
Sejak lama, ketika Antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan-tulisan etnografi mengenai suku-suku bangsa itu. Kemudian, waktu bahan etnografi tersebut digunakan secara luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap bahan mengenai upacara keagamaan itu sangat besar. Sebenarnya ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu: 1) Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling lahir. 2) Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori tentang asal-mula religi.
Para pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu suku bangsa tertentu, akan segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena upacara-uapacara itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara keagamaan dalam agama bangsa-bangsa Eropa itu sendiri, yakni agama Nashrani. Hal-hal yang berbeda itu dahulu dianggap aneh, dan justru karena keanehanya itu menarik perhatian.
Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, artinya masalah mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi daripadanya, dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna, unutk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah pada umumnya. Dalam usaha untuk memecahkan masalah asal-mula religi, para ahli biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentuk-bentuk religi yang kuno, yang dianut seluruh umat manusia dalam zaman dahulu, juga oleh orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif.
Dalam memecahkan soal asal-mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan melihat kepada apa yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu. Dengan demikian bahan etnorgafi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa di dunia sangat banyak diperhatikan dalam usaha penyusun teori-teori tentang asal-mula agama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem agama yakni tidak terlepas dari Tuhan, sebagai Dzat yang disembah. Di dalam sistem religi pun terdapat ritual-ritual seperti do’a, shalat, puasa, dan haji. Ritual-ritual ini dijalankan dengan penuh khusyu dan berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Di sini beda halnya dengan sistem ilmu gaib yang masih tercakup ke dalam sistem religi yakni hanya mengandalkan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendak orang tersebut dan berbuat apa yang ingin dicapai olehnya.
Selanjutnya, Antropologi menaruh perhatian kepada sistem religi ini. Sebenarnya ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu: 1) Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling lahir. 2) Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori tentang asal-mula religi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Ø Prof. Dr. Keontjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ø Samsul Munir Amin. 2009. Percik Pemikiran Para Kyai. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Ø http://www.idafazz.com/pengertian-sistem.php
Ø Wikipedia & febriani.staff.gunadarma.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar