Psikologi Sosial "Questionnaire"


QUESTIONNAIRE
1.      Pada suatu hari kamu pergi ke tempat doi, ada 2 alternatif jalan. Yaitu jalan ke-1 yang lebih dekat, tapi banyak gajlugan, harus melewati pasar dan kuburan. Sedangkan jalan yang ke-2 lebih jauh namun melewati panorama alam yang indah. Jalan mana yang akan kamu pilih?
2.      Di tengah jalan, ceritanya ada kumpulan bunga-bunga mawar, ada yang berwarna merah dan juga berwarna putih. Kamu memutuskan untuk memetik sebanyak 20 tangkai bunga mawar. Berapa banyak masing-masing bunga yang kamu petik?
3.      Begitu sampai di rumahnya, ternyata yang buka pintu bokapnya. Beliau bertanya dengan memasang muka angker, “Mau ngapain loe?”. Kamu dengan sedikit gagap menjawab ingin ketemu doi. Nah, apakah kamu akan nyuruh bokapnya buat manggilin doi atau kamu inisiatif untuk manggil sendiri?
4.      Begitu masuk rumah, kamu langsung menuju kamarnya namun doi tidak ada di kamar. Lantas, apa yang akan kamu lakukan terhadap bunga mawar yang kamu bawa? Ditaruh di atas kasur atau di dekat jendela?
5.      Ceritanya kamu kemalaman di rumah doi, kamu terpaksa menginap tentunya di ruangan terpisah. Esok paginya kamu bangun, kamu langsung menuju kamar si doi untuk melihat keadaannya. Apakah kamu ingin melihat dia dalam keadaan tidur atau bangun?
6.      Nah, akhirnya kamu pulang dari rumah si doi. Jalan mana yang akan kamu tempuh? Melewati jalan yang dekat namun  banyak gajlugan, lewat pasar dan kuburan atau jalan yang jauh namun melewati panorama alam yang indah?

Jawabannya adalah…………….

DI BALIK JERUJI
a.       Jalan menuju rumah doi menunjukkan bagaimana kamu jatuh cinta. Kalau kamu mengambil jalan yang pendek, maka kamu termasuk orang yang mudah untuk jatuh cinta. Tapi kalau kamu mengambil jalan yang panjang, maka kamu akan berfikir terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk mencintai seseorang.
b.      Bunga mawar merah yang kamu petik menunjukkan persentase cinta yang kamu beri buat si doi, sedangkan bunga mawar putih menunjukkan bahwa seberapa banyak kamu mengharapkan sesuatu (cinta) dari si doi.
c.       Waktu kamu ke rumahnya, ternyata yang bukain pintu adalah salah satu anggota keluarga si doi. Jika kamu menyuruh orang tersebut buat manggilin doi, itu artinya kamu orang yang lepas dari tanggung jawab, kalau ada masalah pengennya nunggu dibantu mulu. Sedangkan jika kamu berinisiatif untuk manggil sendiri, artinya kamu termasuk orang yang bertanggung jawab, kalau ada masalah kamu selalu ingin menyelesaikannya secepat mungkin tanpa menunggu bantuan dari orang lain.
d.      Sewaktu kamu meletakkan bunga mawar, jika bunga ditaruh di atas kasur artinya kamu orang yang kangen terus sama doi dan mau ketemu terus sama doi, sedangkan jika bunga ditaruh di dekat jendela artinya kamu tidak terlalu rewel terhadap frekuensi ketemu dio, sering ketemu ya sukur sebulan sekali juga tak masalah.
e.       Sekarang jawaban ketika kamu bangun dan menuju kamar si doi, kalau kamu ingin melihat dia dalam keadaan tidur berarti kamu menerima doi apa adanya seperti sekarang. Tapi kalau kamu ingin melihat doi dalam keadaan sudah bangun berarti kamu ingin ada hal yang berubah dari si doi, seperti sifatnya atau cara dia berdandan.
f.       Sepulang dari rumah doi, jika kamuu termasuk orang yang memilih jalan dekat berarti kamu tipikal orang yang mudah melupakan cinta dan jika kamu memilih jalan yang jauh artinya kamu tipikal orang yang sulit dalam melupakan cinta.

Sosiologi Dakwah "Dakwah Is Sosial Event"


Proses Sosial Di Dalam Dakwah
Kegiatan dakwah merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Di dalam kegiatan dakwah, ada subjek dan ada objek. Subjeknya adalah seorang da’i dan objeknya adalah mad’u. Begitulah potret kegiatan dakwah secara khitabah atau ceramah yang dilakukan oleh salah satu tokoh bernama Ust. Syihabuddin dalam agenda pengajian rutin ibu-ibu yang biasa diselenggarakan pada hari Sabtu pukul 08.00 di Majlis Ta’lim Nurul Iman, tepatnya berada di sebuah kampung bernama Siluman Girang-Subang.
Agenda pengajian rutin ini dihadiri oleh kaum ibu dengan jumlah sekitar 50 orang. Dari sekian banyak jama’ah yang hadir, menunjukkan adanya proses sosial yang dititikberatkan pada tataran interaksi antar jama’ah di dalam kelompoknya.
Pada permulaan acara pengajian, setiap yang baru datang ke majlis maka harus berkeliling menyalami jama’ah lainnya yang telah datang terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa dari segi sistem pelapisan sosial tidak begitu nampak, karena tidak ada aturan yang kaya tidak boleh menyalami yang miskin atau yang guru PNS tidak boleh menyalami guru honor. Memang, selain untuk menuntut ilmu di majlis ta’lim, juga menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat muslim melalui forum silaturahmi ini.
Berbicara tentang dakwah, ketika da’i menyampaikan pesan dakwah tentunya akan ada respon dari mad’u. mengenai hal ini, para tokoh penganut teori behavioristik mengemukakan bahwa, “Suatu stimulus khusus dan respon khusus yang saling berhubungan menghasilkan hubungan fungsional di antara mereka”.
Teori ini berkaitan dengan respon mad’u atas hasil interaksi dengan da’i. Respon orang tidak akan sama ketika berinteraksi, ada yang menyikapinya dengan baik dan ada juga yang sebaliknya. Jika da’i tersebut menarik dalam hal menyampaikan materi, maka akan ada respon yang baik dari jama’ah, terlebih lagi dari segi aplikatifnya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sebaliknya jika da’i tidak menarik dalam hal menyampaikan materi maka respon jama’ah kurang dan terkadang mengacuhkan pesan yang disampaikan.
Sehingga, di sini seorang da’i harus menyampaikan materi yang sesuai dengan kondisi mad’u agar mad’u memberikan respon yang baik dan menghasilkan hubungan fungsional di masyarakat. Maka, tujuan dakwah akan tercapai.
Oleh karena itu, kegiatan dakwah ini tidak hanya di dalam majlis saja namun berkelanjutan di lingkungan masyarakat misalnya dengan mengaplikasikan pesan dari da’i dengan tindakan-tindakan yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam.
Dakwah merupakan proses sosial, karena di sana melibatkan individu dan masyarakat yang di dalamnya terjadi interaksi sosial. Masyarakat berkumpul di suatu tempat, bersilaturahmi dan menuntut ilmu agama. Juga memupuk rasa persatuan dan kesatuan serta menghilangkan sistem lapisan sosial yang terkadang menimbulkan berbagai kesenjangan dalam berbagai bentuk konflik.

Antropologi "Islam Dan Budaya"


ISLAM DAN BUDAYA SUNDA
A.    Hakikat Islam dan Budaya
Islam
Harun Nasution menyatakan bahwa Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai aspek dari kehidupan manusia yang meliputi aspek akidah/teologi, ibadah, hukum, tasawuf/mistisisme, filsafat, politik, dan pembaruan.
Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
B.     Budaya Sunda
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda.
Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, sering dikenal dengan masyarakat religius. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo “silih asih, silih asah dan silih asuh, saling mengasihi, saling mempertajam diri dan saling malindungi. Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan,rendah hati terhadap sesama, kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih kecil.
Budaya Sunda memiliki banyak kesenian, di antaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas sunda, wayang golek, permainan anak kecil yang khas, alat musik sunda yang bisanya digunakan pada pagelaran kesenian.
Alat musik khas sunda yaitu, angklung, rampak kendang, suling, kecapi, gong, calung.     
C.    Korelasi Islam dan Budaya Sunda
Islam adalah agama yang universal dan komprehensif meliputi berbagai bidang (Q.S.16:89). Islam mendorong umatnya untuk mengerahkan segala daya dan upaya bagi kebaikan dan kesejahteraan umat manusia, termasuk dalam pengembangan kebudayaan.
Sifat akomodatif Islam terhadap budaya tidak berarti bahwa Islam menerima begitu saja segala wujud kebudayaan yang ada. Karena jika demikian Islam seolah-olah dipahami tidak memiliki nilai-nilai dasar bagi pengembangan kebudayaan. Maka, Al-Quran dan Al-Hadits, memaparkan prinsip-prinsip sehingga umat Islam dapat mengembangkan kebudayaan secara maksimal. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Penghargaan terhadap akal fikiran
Islam menempatkan akal fikiran dalam posisi yang tinggi, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Q.S. Ali Imran: 190).
2.      Anjuran menuntut ilmu
Sabda Rasulullah saw.: ”Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap orang Islam, laki-laki maupun perempuan”.
3.      Larangan untuk taklid
Firman-Nya, yang artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Isra: 36).
4.      Anjuran Islam untuk berinisiatif dan inovatif
Penghargaan Islam akan nilai suatu kreasi dijelaskan lewat keterangan hadits nabi saw.: “Barangsiapa memulai satu cara (keduniaan) yang baik, dia akan mendapat ganjaran orang-orang yang mengerjakan cara yang baik itu sampai hari kiamat”.
5.      Penekanan pentingnya kehidupan dunia
Hadits nabi saw.: “Bekerjalan untuk keduniaanmu, seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah  untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok hari”.
Islam sangat membuka lebar sebuah peluang kepada orang-orang Islam untuk menciptakan kreatifitas seni yang disebut dengan budaya. Seperti yang dipaparkan di atas mengenai macam-macam kebudayaan Sunda, maka tidak mengapa jika itu tidak bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri.
Karena, seni perwayangan yang dilakukan oleh Sunan Bonang telah berhasil mengajak masyarakat Indonesia untuk menyatakan syahadatain, masuk Islam.

Sosiologi Dakwah "Strata Sosial"


Lapisan Masyarakat Dengan Dakwah
Seorang ahli filsafat Yunani bernama Aristoteles mengatakan bahwa di tiap-tiap negara terdapat 3 unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Ucapan demikian itu sedikit banyaknya membuktikan bahwa di zaman itu, dan diduga pada zaman-zaman sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.
Dari pernyataan Aristoteles, dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam masyarakat terdapat sistem sosial yang dinamakan dengan lapisan masyarakat atau stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial ini adakalanya yang membuat lahirnya kesenjangan sosial dikarenakan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda.
Ekonomi yang tinggi merupakan konsekuensi logis dari etos kerja yang tinggi pula, ini pun didukung oleh faktor-faktor, salah satunya adalah faktor suku bangsa. Misalnya, orang yang notabene bersuku Jawa memiliki karakter kuat, tekun, ulet, tidak gengsian dalam bekerja. Lain lagi ceritanya dengan orang yang bersuku Sunda cenderung berkarakter pemalas, dan hanya ingin bersantai-santai saja, namun tidak seluruhnya orang Sunda memiliki kepribadian demikian.
Mengenai hal ini, Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu, ia dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah. Janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘Kalau aku berbuat begini pasti begini dan begitu’, tetapi katakanlah, ‘Allah SWT telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata (kalau) akan mendorong pada perbuatan syetan.
Beranjak dari masalah ekonomi, orang-orang yang menduduki kursi pemerintahan bukanlah orang yang melarat melainkan yang memiliki harta melimpah namun tetap saja terdapat segelintir orang di kalangan mereka yang melakukan praktik KKN. Selanjutnya, masyarakat yang ekonominya di bawah rata-rata, sedikit banyaknya melakukan tindak kriminal seperti pencurian, penipuan undian, dan lain sebagainya. Adapun masyarakat yang berada di tengah-tengah bersikap netral dan menjauhi berbagai tindakan yang menimbulkan efek negatif. Namun tidak semuanya demikian.
Perlu di garis bawahi baik tidaknya seseorang atau masyarakat bukan ditentukan di lapisan mana ia berada, melainkan ditentukan dengan kepribadian Islamnya sehingga mampu memposisikan dirinya di hadapan Allah dan manusia lainnya.